Kami memiliki dua blog khusus untuk buku sastra, terutama buku-buku sastra yang tak ada di toko buku:

1. http://pustakapelabuhan.blogspot.com/ -berisi info2 buku sastra yang bisa dipesan langsung ke penulisnya. Anda bisa memberikan info buku2 sastra yang sedang terbit lewat dinding Indrian Koto atau Jualan Buku Sastra.

2. http://jualbukusastra.blogspot.com/. Berisi daftar buku yang bisa dipesan kepada kami secara langsung. Anda bisa bekerjasama dengan kami dalam distribusi kecil-kecilan.

Monday, August 25, 2008

Buku dari Akar Indonesia

Dapatkan Buku-buku Akar Indonesia yang lain.

Penunggang Kuda Negeri Malam
Kumpulan Sajak
Penulis : Ahda Imran
Tebal :148 halaman
Penerbit : Akar Indonesia
Harga : 30.000

Kumpulan sajak Ahda Imran yang ditulis dalam periode tiga belas tahun, sejak 1995-2008 yang berisi tujuh puluh sajak yang dibagi dalam menjadi beberapa fragmen. Catatan pembuka ditulis oleh Miranda Risang Ayu dan diberi penutup oleh Bambang Sugiharto. Antologi puisi ini juga diwarnai sketsa oleh Tisna Sanjaya, Isa Perkasa dan Diyanto yang mencoba memfisualisasikan beberapa puisi Ahda did alam antologi ini. sebuah ilustrasi yanggg mencoba menguatkan ketegasan puisim, meski sesungguhnya mereka tetaplah membahasakan diri nya masing-masing.
Tampilan Cover yang kukup bagus dan sunyi digarap oleh Sunaryo. Dalam puisi ini bertebaran kata-kata tentang arloji, “memandang dan melupakan” kota-kota tua dan rapuh, percakapan sunyi aku-kau. Unik dan menarik, di mana sebuah kota, dalam imaji Ahda bukanlah kota yang riuh, melainkan “kota yang letih di mana orang-orangnya terlihat tua dan letihd negtan hobi meludah, menggerutu atau m,enggaruk kelamin. Sebuah ironi dan membuat kita merasa dicekam kesunyian.
__________________

Pesta Hujan di Mata Shinta
Kumpulan Cerpen

Penulis : Iqbal Baraas
Tebal :138 halaman
Penerbit : Frame Publishing
Harga : 25.000

Kumpulan cerpen dari penulis asal bayuwangi ini memiliki kekhasan dalam bercerita. Dia adalah seorang pendongeng yang nyentrik. Cerpen-cerpennya sarat dengan dialog. Ia mengatur cerita sedemikian rupa, di mana kita sebagai pembaca akan terkecoh oleh alur yang dia bikin mengambang dan unik. Tak tertebak. Dia menarik imajinasi kita pada penyelesaian, tetapi pada titik tertentu dia akan membelokkan cerita sedemikian rupa.
Buku yang menarik ditengah keriuhan nama-nama mentereng dan publisitas dan akses yang besar. seorang Iqbal berteriak dari sebuah titik tentang banyak hal; menyuarakan perlawanan. Perlawanan pada banyak hal, pada apa pun, bahkan pada perihal yang sudah wajar sekalipun. Buku ini akan menawarkan sesuatu yang lain, yang tak terduga ssebelumnya.
Percayalah.
__________________

Loge
Sebuah Novel(et)
Penulis :Mezra E. Pellondou
Tebal : 80 halaman
Penerbit : Frame Publishing

Hasrga : 15. 000


Dongeng dari Timor. Barangkali kita hanya memahami NTT, lewat catatan perjalanan dan buku-buku pariwisata. Kesenian dan ritual masyarakat setempat yang terdapat dalam bursa pariwisata. Dan kita sekedar menikmatinya sebagai bentuk eksotisme dari keberagaman budaya kita.
Tetapi segala sesuatu punya cerita. Dan Loge, dalam novel pendek ini, yang berangkat dari tradisi Pasola, sebuah pesta adat masyarakat Sumba, mengalun setajam lembing batu dan mengalun bagai mantra. Sebuah ketidakterdugaan menunggu anda dan jebakan-jebakan peristiwa membuat kita tidak akan berhenti mengikutinya sampai cerita ini berakhir.
Berangkat dari kepercayaan Perapuh, kisah cinta yang unik dan berlipat, intik keluarga dan kekuasaan, incest hingga membicarakan keperawanan dari perspektif kepercayaan. Cerita ini mengambil sudut perempuan, sebagai objek yang lebih banyak (meng)kalahkan dirinya. tetapi pada puncaknya, perempuan pun memiliki kekuatan yang lauar biasa dan mengejutkan. Dan di titik ini, saya atau pun anda akan dikejutkan oleh kejelian Mezra dalam mengatur alur, plot dan tempo ceritanya.
Sebuah permata yang berkilau dari Timur yang akhir-akhir ini tak banyak kita temukan. Inilah salah satu karya yang --meskipun pendek—mampu memikat anda untuk berdebar dan penasaran.
Lalu apakah itu Loge? Untuk menyebut apakah nama ini digunakan? Saya rasa ini pun akan mampu membuat anda terkaget-kaget. Sumpah!
______________________________
Mata Air Akan Pohon
Kumpulan Sajak
Penulis : Nur Wahida Idris
Tebal : 99 halaman
Penerbit : [SIC]
Harga : 23.000

Kumpulan ini berisi 56 sajak terpilih Nur Wahida sejak masa awal kepenulisannya hingga hari ini. selama 14 tahun periode kepenulsiannya. kita akan menemukan suara lain dari seorang perempuan yang tampak tidak cengeng dan tidak pula sok tegar dalam banyak peristiwa. Ia menggambarkan kegamangan dari sudut yang lain. Perempuan sekaligus istri. Dalam kumpulan ini ia menyuarakan banyak hal sekaligus dan tidak berlarut-larut dalam wacana keperempuanannya dan untuk tak terjebak dalam wacana di seputar itu.
Ia menulis banyak persoalan yang nyaris tak tersentuh. Tidak dalam melankoli patah hati, kekasih yang berhianat, perempuan yang tertindas dan upaya perlawanan yang berdarah-darah. “Perempuan justru lebih akrab denan pisau dan darah,” katanya. Dan itu barangkali yang membuatnya tidak lantas menjadi cengeng dan terjebak pada kesedihan-kesedihan klasik.
Ia bersuara dengan bahasanya sendiri.

Untuk pemesanan buku-buku diatas dan terbitan Akar lainnya bisa melalui kontak 08122729237

Ratusan Mata di Jurnal cerpen

Jurnal Cerpen Indonesia Edisi 09:
Gerobak yang Mengusung Beragam Makna

Judul : Jurnal Cerpen Indonesia Edisi 09 Ratusan Mata di Mana-mana
Penerbit : Akar Indonesia
Penulis : Martin Aleida
Yanusa Nugroho
Frans Nadjira
Shiho Sawai
Gde Agung Lontar
Harris Effendi Thahar
Mezra E. Pellondou
Hery Sudiono
Fahruddin Nasrullah
Zulkarnain Ishak
Kiswondo
Tebal : 182 hal +xvii
Harga : Rp 38.000

Agustus ini, Jurnal Cerpen Indonesia (JCI) terbitan Yayasan Akar Indonesia kembali terbit. Edisi yang ke sembilan ini berisi delapan cerpen dan tiga esai sastra. Dibuka dnegan cerpen Pohon kunang-konang karya Frans Nadjira seorang penyair, cerpenis dan pelukis. Martin Aleida menulis cerpen Ratusan Mata di Mana-mana yang sekaligus menjadi judul dari JCI kali ini. Martin menulis cerpennya seperti sebuah catatan harian yang mendiskripsikan perihal-perihal sederhana tentang manusia. Martion seperti mendedahkan biografinya dengan narasi yang lembut dan tokoh-tokoh nyata. Sebuah cerita yang menggambarkan ketika ia bekerja di Majalah Tempo.
Mezra E. Pellondou, menulis cerpen Praiyawang yang berseting Indonesia Timur, latar yang menjadi sentral hampir di semua karya-karyanya. Sebuah khasanah yang manis dan mungkin kurang banyak tergaraps elama ini. disusul pula oleh Gde Agung Lontar dengan cerpen Wayang Bangsawan yang mengambil tema Melayu dengan tokoh klasik, Hang Tuah.
Ada Fahrudin Nasrulloh dengan Tiga Kisah dari Giri, sebuah upaya elsploratif untuk memunculkan tokoh-tokoh yang ‘terpinggirkan’. Tentang seorang Sunan Prapen yang tidak diketahi banyak orang. Seorang tokoh yang kembali dihidupkan lewat imajinasi ataukah dia hanya hidup dalam imajinasi si pengarang, saya tak tahu. Dalam khasanah islma Jawa semacam ini Fahrudin memang memiliki referennsi yang lumayan kuat.
Ada Hery Sudiono dnegan Perkabungan Arloji-nya seorang penulis dan pelukis dari Kalimantan Selatan yang menetap di Yogyakarta. Disusul yanusa Nugroho dengan cerpennya yang luamayn pendek tetapi manis dan cukup menegangkan yang berjudul “Kupu Malam, Anjing Kuris dan Udin”, lalu ditutup oleh cerpen Zulkarnain Ishak, Derap Kaki Ribuan Kuda yang mencoba mendongengkan kita dengan fakta-fakta yang dibalus dengan kestuan bahasa yang halus.
Tiga esai berikutnya melengkapi Jurnal cerpen indonesia ini. dimulai dari Haris Efendi Thahar yang menulis tentang Jejak Sejarah PRRI dalam Antologi Cerpen Pergolakan Daerah Soewardi Idris. Disusul oleh Kiswondo Seorang Peneliti di Uiniversitas Sanata Darma dan terlibat di beberapa LSM yang menulis Sastra Bersaksi: Korban Peristiwa 1965 dalam Empat Cerpen Indonesia yang merupakan studi awalnya yang berpatokan pada 12 cerpen. Hanya saja dalam tulisan ini dia hanya mengambil titik pada empat buah cerpen. Selanjutnya ditutup oleh Shiho Sawai dalam sebuah esainya Potensi Teleopoiesisdan Marginalitas Ganda Transnasional dalam Karya Burih Migran Perempuan di Hongkong. Sebuah kajian menarik dari seorang Shiho yang melihat Buruh Migran Perempuan Hongkong (BMP-HK) sebagai sebuah komunitas sastra yang perlu diperhitungkan keberadaannya.
Demikianlah. Sebuah percampuran rasa yang manis dari ketercampuradukan gaya dan tema dalam kesastraan indonesia.
Dalam pengantar redaksinya, Raudal Tanjung Banua menuliskan bahwa edisi merupakan “keberagaman yang konkrit dari teks serta memperlihatkan fenomena di sekitar sosiologi sastra melalui tiga esai yang dimuat.” Dalam pengantarnya, Raudal menggambarkan kegamangan atas pembicaraan sastra yang lebih banyak menyentuh masalah sosial pengarangnya nitimbang perhatian pada estetika yang diusungnya.
Dan Raudal mencoba menawarkan sebuah analogi untuk membaca cerpen Indonesia yang diandaikan dalam gerak sebuah gerobak. Teori semacam apa pula itu? saya rasa anda harus membacanya sendiri dan menikmati bingkisan manis ini di ruang yang cukup pribadi. Setelahnya anda bisa menerima sekaligus menolak. Bukankah begitu hakikat keberangaman?

Untuk pemesanan Jurnal Cerpen Indonesia atau buku-buku terbitan Akar lainnya bisa melalui kontak 08122729237