Kami memiliki dua blog khusus untuk buku sastra, terutama buku-buku sastra yang tak ada di toko buku:

1. http://pustakapelabuhan.blogspot.com/ -berisi info2 buku sastra yang bisa dipesan langsung ke penulisnya. Anda bisa memberikan info buku2 sastra yang sedang terbit lewat dinding Indrian Koto atau Jualan Buku Sastra.

2. http://jualbukusastra.blogspot.com/. Berisi daftar buku yang bisa dipesan kepada kami secara langsung. Anda bisa bekerjasama dengan kami dalam distribusi kecil-kecilan.

Sunday, July 22, 2007

Jurnal yang Tetap Konsen di Sastra


















Nama Terbitan: Jurnal Cerpen Indonesia
Edisi 07/2007
Kondisi : Masih Terbit
Fokus : Sastra, Cerpen
Penerbit : Akar Indonesia
Tebal : 252 halaman

Tentu tak gampang menjaga bagaimana sebuah media bisa terus tumbuh dan hidup. Kadang ia lahir, sebentar saja mati. Banyak alasan dan kemungkinan di balik itu semua. Dan bukan tugas sayalah sok bijaksana menjelaskan itu semua.

Saudara, buku yang ad di tangan saya ini, saya dapatkan sekitar April/Mei lalu. Bang Raudal (Tanjung Banua) memberikannya kepada saya. “Nih, Jurnal cerpen sudah terbit lagi. Edisi terbaru.” Katanya.

Saya menimang-nimang buku itu. “Manis juga sampulnya yang sekarang. Beda dibanding edisi-edisi sebelumnya. Tebal lagi. Masih bisa terbit, ya?”

“Iya dong! Kita harus mempertahankan selagi bisa.” Kali ini Kak Ida (Nur Wahida Idris) yang menjawabnya. “Beberapa keuntungan buku Akar, kita subsidikan untuk menhidupkan terus Jurnal Cerpen ini.” Katanya.
Aha, saya juga ingat. Mas Joni (Ariadinata) salah seorang redaksinya yang konsen me-lay-out kaver pernah cerita, “terkadang,” katanya, “kita harus patungan (dia dan Bang Raudal-maksudnya) untuk membayar royalti buku ini.” Dan cerita tentang ini banyak sedikitnya saya paham.
 

















Bukankah begitu caranya untuk mempertahankan sebuah niatan yang sudah tumbuh itu? Dirawat agar ia tak cepat patah.

Dan saya jujur menyukai desain edisi ketujuh dari Jurnal Cerpen ini. Di halaman depan ada nama Dwi Cipta dengan judul Pinto Si Penjual Susu. Ini pinto yang ada di wilayah Timur sana, bukan Pinto Anugrah yang orang padang itu lo. Ada Gunawan Maryanto dengan cerpennya sepanjang lebih-kurang 55 halaman dengan tajuk Akupa, Kura-kura dari Liman dengan gaya mendongengnya yang bikin melayang. Selanjutnya Matinya Seorang Guru Mengaji karya Raudal Tanjung Banua yang juga menjadi judul edisi ini, di bawahnya ada Gde Aryantha Soethama dnegan judul Joged Timuhun disusul dengan sebuah esai sastra yang ditulis Katrin Bandel yang membahas tentang Melayu Tionghua dan Kebangsaan Indonesia yang juga sekitar 50 halaman lebih. Di luar itu ada cerpenis Dalih Sembiring, lalu Penyair Riki denan cerpen Tuhan Datang yang mengingatkan kita pada kenakalan-kenakalan A.A. Navis. Tunggu dulu ada Wa Ode Wulan Ratna dengan Perca-nya dan diikuti oleh Sandi Firly dengan Kematian Pagi. Lengkap sudah 8 buah cerpen disajikan di sini.












Untuk segala sesuatunya tentu anda lebih berhak menilainya saudaraku. Apa kekurangan, kelebihan dan semacam itu, tentu anda sendiri yang bisa merasakannya. Tugasku hanya tukang catat. Dan mumpung jurnal yang berbentuk buku ini masih ada di pasaran, buruan beli gih..!! paling tidak di sini ada semacam semangat mempertahan diri dari segala hal-ihwal yang barangkali bisa kita baca ulang. Sebuah semangat menjaga sesuatu yang lahir dari Kongres Cerpen Pertama di Parangtris Yogyakarta beberapa tahun silam.

Sekali lagi, baik-buruk tentu sifatnya relatif dan saya tidak berani berkata-kata soal itu. Salam.

No comments: